Siapkan Diri Nilai Tertinggi UTBK!

Untuk mempersiapkan diri mengikuti SBMPTN 2022 dengan nilai UTBK tertinggi sehingga dapat masuk ke PTN yang diidam-idamkan.

Memilih Tempat Liburan yang Tepat untuk Anak

Para orang tua diharapkan dapat memilih tempat liburan untuk anak-anaknya yang bernilai pendidikan.

Contoh Format KKM

Untuk aplikasi penghitungan KKM dapat disimak di youtube dengan link https://youtu.be/npQGdI2LcXQ

Contoh Format Jurnal/ Agenda Harian Guru

Untuk aplikasi jurnal/ agenda harian guru dapat disimak di youtube dengan link berikut https://youtu.be/cpDCN-G0X48

Selasa, 29 November 2022

CERPEN (Mengembangkan Hikayat dalam Bentuk Cerpen)

 


Dalam Sakitmu

Oleh Yeti Mulyati

 

“Sholat pak!” Bisikku lirih.

“Ntar… dingin wudhunya,” Lirihnya sambil menyelonjorkan kedua kakinya.

“Biar kumasakkan air hangat ya Pak?”

“ntar aja ndo, toh waktu ashar masih panjang,” aku kehabisan kata-kata. Ku hela napasku panjang-panjang. Ku tunggu Bapak untuk sholat. waktu maghrib pun tiba. Tapi Bapak tidak bergeming dari tempat duduknya. Malah ku lihat dia tertawa terbahak-bahak melihat siaran televisi. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala.

Masih kuingat dulu ketika aku masih kecil Bapak selalu mendisiplinkan anak-anaknya untuk sholat. Bahkan aku pernah melihat kakakku yang paling besar, kakinya dipukul dengan tiga helai sapu lidi. Akibatnya terlihat guratan-guratan merah di kakinya. Sejak saat itu aku tidak pernah meninggalkan sholat karena takut. Namun kini aku merasa sholat itu suatu kebutuhan. Mungkin ini hasil dari kedisiplinan yang bapak tanamkan. Dari rasa takut timbul kepatuhan kemudian menjadi kebiasaan dan membekas sampai saat ini menjadi suatu kebutuhan. Jika aku meninggalkan sholat rasa sesal dalam hati, merasa menjadi manusia yang paling durja.

            Kini bapakku sudah menua. Kadang berperilaku seperti anak kecil. Sejak pensiun dia sering sakit-sakitan. Bahkan setelah ibu meninggal dia sakit parah, malah sering  bolak-balik ke rumah sakit. Dalam sakitnya dia pernah berkata akan rajin ibadah kalau Tuhan mengangkat penyakitnya. Akan selalu  ke masjid jika tubuhnya sehat. Dan akhirnya Tuhan mengabulkan doanya. Tuhan telah mendengar pintanya. Ketika awal sembuh dia rajin ke masjid. Saat tubuhnya pulih dia perbanyak tadarus dan sholat-sholat sunat. Namun itu hanya bertahan beberapa bulan saja. Aku sering mengingatkannya secara halus. Atau sengaja ku putar ceramah subuh di radio. Aku tidak berani secara terang-terangan menasehatinya. Aku takut hati bapakku terluka. Rasa seganku padanya membuat keberanianku ciut. Kadang aku sering menggugat dalam hatiku. Mana ajaran-ajaran Bapak dulu? Nasehat yang sering Bapak dengung-dengungkan pada anak-anakmu.

            “Kak nangis ya?” Aku terhenyak dari lamunanku.

            “Kapan kamu dating?”

            “Dari tadi.”

            “Mana pesanan Bapak?”

            “Tuh di tas.” Sambil memonyongkan mulutnya kea rah tas.”Bagaimana kemajuan bapak, Kak?”

            “Ya begitulah, kadang sering sasar”

            “Sholatnya?” Aku hanya bisa geleng kepala.

            Sekarang Bapak dirawat lagi di rumah sakit. Penyakit lamanya kambuh. Padahal sudah hampir tiga tahun belakangan ini Bapak sehat. Dia tertidur pulas setelah selama tiga hari gelisah. Mungkin pengaruh obat. Kutatap wajahnya yang dipenuhi keriput. Ketegasannya dulu tak Nampak. Kini kau seperti anak kecil yang sudah kecapean bermain. Tak terasa ada yang dingin dipipiku. Aku tak tahan melihatmu dalam ketidakberdayaan. Aku takut Bapak meninggal dalam keadaan su’ulkhotimah. Ya Alloh kembalikan Bapakku yang dulu. Yang taat beribadah pada-Mu. Dia telah berhasil mendidik anak-anaknya menjadi orang-orang yang sukses. Dia telah membentuk karakter-karakter yang islami.

            Selalu kuingat ajaran Bapak. Saat itu aku kelas tiga MI. “Sholat ibarat angka satu dan ibadah-ibadah lainnya seperti angka nol. Jika angka satu disandingkan dengan angka nol akan memiliki nilai. Seperti kamu sholat berarti dapat angka satu. Kemudian setelah sholat, bantu ibu cuci piring dapat angka nol. Jika disandingkan sholat dan cuci piring, pagi itu kamu sudah dapat nilai sepuluh. Kemudian kamu buatkan kopi untuk bapak dapat lagi angka nol. Berarti kamu sudah mengumpulkan angka satu dan angka nol sebanyak dua. Berarti nilaimu seratus. Dan begitu seterusnya kamu lakukan amalan lain nilaimu akan semakin banyak”. Bapak tersenyum lebar sambil mencubit hidungku.

“Tapi Pak, kalau aku cuman cuci piring dan buatkan kopi untuk Bapak, nilainya berapa?” Tanyaku sambil menatap wajah Bapak dengan antusias.

“Kamu tidak Sholat?” Tanya bapak menyelidik. Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Ya kamu rugi. Kamu dapat nilai nol dan nol jika disandingkan tetap nol”. Aku hanya bisa mengerutkan kening.

“Jadi sholat itu sangat penting ya Pak?” gumamku.

“Dalam keadaan apapun kita harus sholat. Jika sedang sakit bisa sholat sambil duduk atau berbaring atau dengan isyarat gerakan mata sesuai dengan kemampuan kita saat itu”.

            “Ranti!” Aku terhenyak dari lamunanku. Nampak Bapak melambaikan tangan padaku.

            “Iya Pak?” langsung aku menghampirinya.

            “Bapak belum sholat ya. Bimbing Bapak sholat”. Alhamdulillah akhirnya doaku terkabul juga. Mudah-mudahan Bapak selalu istiqomah.

Selang beberapa hari Bapak berangsur sehat dan dokter memperbolehkan pulang. Sudah hampir empat bulan kesehatan Bapak pulih seutuhnya. Dia tidak pernah meninggalkan sholat, bahkan selalu berjamaah di mesjid. Namun rasa khawatir menggeliat dihatiku. Aku takut setelah diberi kesehatan Bapak lupa lagi sholat. Aku tepis pikiran itu jauh-jauh. Yang terpenting sekarang Bapak sudah sehat dan selalu sholat berjamaah.

Saat itu bulan Ramadhan. Bapak tidak pernah meninggalkan shaum bahkan sholat tarawih pun tak pernah absen. Kadang aku juga khawatir kesehatan Bapak kambuh. Bahkan aku pernah menawarkan bayar pidyah untuk mengganti puasa. Namun Bapak menolak. Dia ingin menggunakan hari tuanya untuk beribadah. Mendengar hal itu hatiku terasa sejuk.

Waktu sahur pun tiba. Seperti biasa aku menyiapkan makanan untuk sahur. Anakku dan suamiku sudah berada di ruang makan. Bapak belum aku bangunkan. Biasanya dia selalu mengakhirkan sahur. Katanya itu termasuk sunat.

“Bapak belum bangun?” Kata suamiku, “Udah jam setengah empat.”

“Biasanya Bapak bangun sendiri. Tapi biar aku bangunkan saja.” Selaku. Ketika sampai dikamarnya aku panggil Bapak dengan lirih. Namun dia tidak menyahut. Aku hampiri dia. Kedua tangannya sedekap di atas dadanya. Matanya tertutup rapat. Kemudian aku menggoyangkan tubuhnya pelan-pelan. “Pak waktunya sahur.” Namun tiba-tiba tangannya terjatuh disampingnya, dan seluruh tubuhnya tergoyang semua. Aku kaget. Kupegang tangan dan kakinya. Dingin. “Ya Alloh apakah ini sudah waktunya”, pikirku dalam hati. Kupanggil suamiku, “Ayah tolong panggil Ustad Ilyas,” Suaraku terputus-putus dengan isak tangis. Entah tangis bahagia atau tangis sedih. Yang jelas bapakku meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Wallahu’alam Bisshowab.

(Cerita ini didasarkan pada Hikayat Patani yang mengisahkan seorang raja yang sakit parah.  Tak seorangpun dapat menyembuhkannya. Hingga suatu saat datanglah seorang Syekh yang dapat menyembuhkan penyakit raja. Raja pun berjanji akan masuk Islam. Namun ternyata raja ingkar janji. Kemudian raja pun sakit kembali).




Kamis, 24 November 2022

CONTOH TEKS HIKAYAT (Membandingkan Nilai-nilai dan Kebahasaan Hikayat dan Cerpen)

Hikayat Patani


Hatta antara berapa tahun lamanya baginda di atas takhta kerajaan itu, maka baginda pun berputera tiga orang, dan yang tua laki-laki bernama Kerub Picai Paina dan yang tengah perempuan bernama Tuanku Mahajai dan bungsu laki-laki bernama Mahacai Pailang.

                Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Naqpa pun sakit merkah segala tubuhnya, dan beberapa segala hora dan tabib mengobati tiada juga sembuh. Maka baginda pun memberi titah kepada bendahara suruh memalu canang pada segala daerah negeri: barang siapa bercakap mengobati baginda, jikalau sembuh, raja ambilkan menantu.

                Arkian maka baginda pun sangat kesakitan duduk tiada ikrar. Maka bendahara pun segera bermohon keluar duduk di balairung menyuruhnya temenggung memalu canang, ikut seperti titah baginda itu. Arkian maka temenggung pun segera bermohon keluar menyuruhkan orangnya memalu canang. Hatta maka canang itu pun dipalu oranglah pada segerap daerah negeri itu, tujuh hari lamanya, maka seorang pun tiada bercakap.

Maka orang yang memalu canang itu pun berjalan lalu di luar kampung orang Pasai yang duduk di biara Kampung Pasai itu. Syahdan antara itu ada seorang Pasai bernama Syaikh Sa’id. Setelah didengarnya oleh Syaikh Sa’id seru orang yang memalu canang itu, maka Syaikh Sa’id pun keluar berdiri di pintu kampungnya. Maka orang yang memalu canang itu pun lalulah hamper pintu Syaikh Sa’id itu.

Maka kata Syaikh Sa’id, “Apa kerja tuan-tuan memalu canang ini?”

Maka kata penghulu canang itu, “Tiadakah tuan hamba tahu akan raja di dalam negeri ini sakit. Merkah segala tubuhnya? Berapa segala hora dan tabib mengobati dia tiada juga mau sembuh. Jangankan sembuh, makin sangat pula sakitnya. Dari karena itulah maka titah raja menyuruh memalu canang ini, maka barang siapa bercakap mengobati raja itu, jikalau sembuh penyakitnya, diambil raja akan menantu.”

Maka kata Syaikh Sa’id, “Kembalilah sembahkan kepada raja, yang menjadi menantu raja itu hamba tiada mau, dan jikalau mau raja masuk agama Islam, hambalah cakap mengobat penyakit raja itu.”

Setelah didengar oleh penghulu canang itu, maka ia pun segera kembali bersembahkan kepada tumenggung seperti kata Syaikh Sa’id itu. Arkian maka tumenggung pun dengan segeranya pergi maklumkan kepada bendahara seperti kata penghulu canang itu. Setelah bendahara mendengar kata tumenggung itu, maka bendahara pun masuk menghadap baginda menyembahkan seperti kata temenggung itu.Maka titah baginda, “Jikalau demikian, segeralah bendahara suruh panggil orang Pasai itu.

Arkian maka Syaikh Sa’id dipanggil oranglah. Hatta maka Syaikh Sa’id pun datanglah menghadap raja.

Maka titah raja pada Syaikh Sa’id, “Sungguhkah tuanhamba bercakap megobati penyakit hamba ini?”

Maka sembah Syaikh Sa’id, “Jikalau tuanku masuk agama Islam, hambalah mengobat penyakit Duli Syah ‘Alam itu.”

Maka titah raja, “Jikalau sembuh penyakit hamba ini, barang kata tuanhamba itu hamba turutlah.”

Setelah sudah Syaikh Sa’id berjanji dengan raja itu, maka Syaikh Sa’id pun duduklah mengobat raja itu. Ada tujuh hari lamanya, maka raja pun dapatlah keluar dihadap oleh menteri hulubalang sekalian. Arkian maka Syaikh Sa’id pun bermohonlah kepada baginda, lalu kembali ke rumahnya. Antara beberapa hari lamanya maka penyakit raja itu pun sembuhlah. Maka raja pun mungkirlah ia akan janjinya dengan Syaikh Sa’id itu.

Hatta ada dua tahun lamanya, maka raja pun sakit pula, seperti dahulu itu juga penyakitnya. Maka Syaikh Sa’id pun disuruh panggil pula oleh raja. Telah Syaikh Sa’id dating, maka titah baginda, “Tuan obatlah penyakit hamba ini. Jikalau sembuh penyakit hamba sekali inibahwa barang kata tuanhamba itu tiadalah hamba lalui lagi.”

Maka kata Syaikh Sa’id, “Sungguh-sungguh janji Tuanku dengan patik, maka patik mau mengobati Duli Tuanku. Jikalau tiada sungguh-sungguh seperti titah Duli Tuanku ini, tiadalah patik mengobat dia.”

Setelah didengar raja sembah Syaikh Sa’id itu demikian, maka raja pun berteguh-teguhan janjilah dengan Syaikh Sa’id. Arkian maka Syaikh Sa’id pun duduklah mengobat raja itu. Ada lima hari maka Syaikh Sa’id pun bermohonlah pada raja kembali ke rumahnya. Hatta antara tengah bulan lamanya, maka penyakit raja itu pun sembuhlah. Syahdan raja pun mungkir akan janjinya dengan Syaikh Sa’id itu.

Hatta antara setahun lamanya maka raja itu pun akit pula, terlebih daripada sakit yang dahulu itu, dan duduk pun tiada karar barang seketika. Maka Syaikh Sa’id pun disuruh panggil oleh raja pula. Maka kata Syaikh Sa’id pada hamba raja itu, “Tuanhamba pergilah sembahkan ke bawah Duli Raja, tiada hamba mau mengobati raja itu lagi, karena janji raja dengan hamba tiada sungguh.”

Hatta maka hamba raja itu pun kembalilah. Maka segala kata Syaikh Sa’id itu semuanya dipersembahkannya kepada raja.

Maka titah raja kepada bentara, Pergilah engkau panggil orang Pasai itu, engkau katakannya padanya jikalau sembuh penyakit ku sekali ini, tiadalah kuubahkan janjiku dengan dia itu. Demi berhala yang kusembah ini, jikalau aku mengubahkan janjiku ini, janganlah sembuh penyakitku ini selama-lamanya.”

Arkian maka bentara pun pergilah menjunjungkan segala titah raja itu kepada Syaikh Sa’id. Maka kata Syaikh Sa’id, “Baiklah berhala tuan raja itulah akan saksinya hamba. Jikalau lain kalanya tiadalah hamba mau mengobat raja itu.”

Hatta maka Syaikh Sa’id pun pergilah menghadap raja. Setelah Syaikh Sa’id dating, maka titah raja, “Tuan obatilah penyakit hamba sekali ini. Jikalau sembuh penyakit hambaini, barang yang tuan kata itu bahwa sesungguhnya tiadalah hamba lalui lagi.”

Maka kata Syaikh Sa’id, “Baiklah biarlah patik obat penyakit Duli Tuanku. Jikalau sudah sembuh Duli Tuanku tiada masuk agama Islam sekali ini juga. Jika dating penyakit tuanku kemudian harinya, jika Duli Tuanku bunuh patik sekali pun, ridhalah patik, akan mengobat penyakit tuanku itu, patik mohonlah!”

Maka titah raja, “Baiklah mana kata tuan itu, hamba turutlah.”

Setelah itu maka raja pun diobat pula oleh Syaikh Sa’id itu. Hatta antara tiga hari lamanya maka Syaikh Sa’id pun memohon pada raja. Kembali ke rumahnya. Hatta antara dua puluh hari lamanya maka penyakit raja itu pun sembuhlah.

Sebermula ada sebulan selangnya, maka pada suatu hari raja bersemayam di balairung diadap oleh segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka titah Baginda, “Hai segala menteri hulubalangku, apa bicara kamu sekalian, karena aku hendak mengikut agama Islam?”

Maka sembah sekalian mereka itu, “Daulat Tuanku, mana titah patik sekalian junjung, karena patik sekalian ini hamba pada kebawah Duli Yang Mahamulia.”

Hatta setelah raja mendengar sembah segala menteri hulubalang itu, maka baginda pun terlalulah sukacita, lalu berangkat masuk ke istana.

Setelah datanglah keesokan harinya, maka baginda pun memerintahkan bentara kanan pergi memanggil Syaikh Sa’id, serta bertitah pada bendahara suruh menghimpunkan segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka baginda pun semayam di balairung diadap oleh rakyat sekalian. Pada tatkala itu Syaikh Sa’id pun datanglah menghadap raja diiringkan oleh bentara. Setelah Syaikh Sa’id itu dating maka raja pun sangat memuliakan Syaikh Sa’id itu. Maka titah Baginda, “ Ada pun hamba memanggil tuanhamba ini, karena janji saya dengan tuanhamba ini hendak masuk agama Islam itulah.

Setelah Syaikh Sa’id mendengar titah raja demikian itu, maka Syaikh Sa’id pun itu mengucup tangan raja itu, lalu dijunjungnya. Sudah itu maka diajarkanlah kalimatsyahadat oleh Syaikh, demikian bunyinya: “Asyhadu an la Ilaaha illallaahu wa asyhaduanna Muhammadan rasulullaah.”

Maka raja pun kararlah membawa agama Islam. Setelah sudah raja  mengucap kalimat syahadat itu, maka Syaikh Sa’id pun mengajarkan kalimat syahadat kepada segala menteri hulubalang dan rakyat yang ada hadir itu pula.

Telah selesailah Yaikh Sa’id dari pada mengajarkan kalimat syahadat pada segala mereka itu, maka sembah Syaikh Sa’id, “Ya Tuanku Syah ‘Alam, baiklah tuanku bernama mengikuti nama Islam, karena Tuanku sudah membawa agama Islam supaya bertambah berkat Duli Tuanku beroleh syafa’at dari Muhammad Rasul Allah sallallaahu “alaihi wa sallama di akhirat jemah.”

Maka titah baginda, “JIkalau demikian, tuanhambalah memberi nama akan hamba.”

Arkian maka nama raja itu pun diberi nama oleh Syaikh Sa’id, Sultan Isma’il Syah Zilullah Fi l’Alam. Setelah sudah Syaikh Sa’id memberi nama akan raja itu, maka titah baginda, “Anak hamba ketiga itu baiklah tuanhamba beri nama sekali, supaya sempurnalah hamba membawa agama Islam.”

Maka kembali Syaikh Sa’id, “ Barang bertambah kiranya daulat sa’adat Duli Yang Mahamulia, hingga dating kepada kesudahan zaman paduka anakanda dan cucunda Duli Yang Mahamulia karar sentosa di atas takhta kerajaan di negeri PataninDarussalam.”

Arkian maka Syaikh Sa’id pun memberi nama akan paduka anakanda baginda yang tua itu Sultan Mudhaffar Syah dan yang tengah perempuan itu dinamainya Sitti’A’isyah dan yang bungsu laki-laki dinamainya Sultan Manzur Syah. Setelah sudah Syaikh Sa’id memberi nama akan anakanda baginda itu, maka baginda pun mengaruniai akan Syaikh Sa’id itu terlalu banyak dari pada emas perak dan kain yang indah-indah. Hatta maka Syaikh Sa’id pun bermohonlah pada raja, lalu kembali ke rumahnya di biara Kampung Pasai.

Syahdan pada zaman itu segala rakyat yang di dalam negeri juga yang membawa agama Islam, dan segala rakyat yang di luar daerah negeri seorang pun tiada masuk Islam. Adapun raja itu sungguhpun ia membawa agama Islam, yang menyembah berhala dan makan babi itu juga yang ditinggalkan. Lain dara pada itu segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya

                                                                                            Sumber: Hikayat Seribu Satu Malam


Sabtu, 19 November 2022

Contoh Teks Pidato/ Ceramah

 

Berkaca dari Pemimpin Terdahulu

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

        Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Alloh SWT yang telah memberi nikmat sehat, nikmat umur serta nikmat ilmu. Tak lupa sholawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi kita Nabi besar Muhammad SAW. Kepada para sahabat-sahabatnya serta sampai kepada kita sebagai umatnya.

Yang terhormat para dewan juri, para pembimbing serta para hadirin yang Alloh muliakan. Mengawali pidato ini saya akan menyampaikan sebuah pantun.

Jalan-jalan ke Malaysia

Tidak lupa membeli arloji

Kami bangga menjadi anak Indonesia

Negeri sejahtera lohjinawi

        Aamiin! Mudah-mudahan pantun saya ini menjadi doa menggema ke seluruh negeri ini dan terkabulkan. Hiduplah Indonesiaku, hiduplah negeriku, hiduplah bangsaku. Indonesia menjadi negeri sejahtera rakyatnya, sejahtera pemimpinnya.

Setiap generasinya selalu cinta tanah air,

dengan lantunan ayat-ayat Al-qur’an selalu mengalir,

para petani menghasilkan beras yang berbulir,

meskipun pejabat selalu bergulir,

seperti piala bergilir.

Hadirin yang dimuliakan Alloh,

        Dalam pelajaran sejarah diceritakan bahwa pencetus kemerdekaan yaitu Ir. Soekarno dan M. Hatta. Perjuangan mereka tidak terlepas dari kontribusi para pemuda Indonesia yang berjuang merebut kemerdekaan RI. Oleh karena itu setiap tanggal 17 Agustus selalu diperingati HUT RI dengan berbagai perayaan yang meriah. Mudah-mudahan dengan perayaan setiap tahun ini dapat menebalkan komitmen kita demi agama dan bangsa karena bangsa tanpa agama akan buta. Setiap jengkal tanah dan setiap hembusan nafas bangsa ini akan senantiasa mengikuti arahan para alim ulama dan kiyai pendiri bangsa ini.

Hadirin yang dirahmati Alloh

        Oleh karena itu hubbul wathon minal iman, yang artinya mencintai negeri itu sebagian dari iman perlu ditanam ke setiap generasi muda. Diawali dengan mencintai agama akan mengakar menjadi cinta terhadap negara. Hal ini bertujuan untuk memperkokoh ketahanan negara. Karena bagaimanapun juga generasi muda adalah tulang punggung negara.

        Untuk menanamkan rasa cinta tanah air dapat dimulai dengan mengenal para pemimpin terdahulu. Seperti telah kita ketahui Indonesia telah mengalami tujuh kali pergantian presiden mulai dari presiden Soekarno, presiden Soeharto, presiden B.J Habibie, presiden Abdul Rahman Wahid, presiden Megawati, presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan saat ini presiden Joko Widodo. Mereka pernah memiimpin negara Indonesia dengan gaya mereka masing-masing. Tahun 2024 bangsa Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi untuk memilih presiden yang ke delapan. Kita hanya dapat berdoa mudah-mudahan siapapun presiden yang terpilih merupakan presiden yang amanah, cinta terhadap agama, cinta terhadap negara dan memajukan Indonesia menjadi lebih baik.

        Diantara semua pemimpin yang ada baik di Indonesia maupun di dunia, hanyalah satu pemimpin yang wajib kita teladani, yang dikenal dengan uswatun hasanah, Beliau tiada lain tiada bukan hanyalah Nabi Muhammad SAW. Seperti yang tercantum dalam Q.S Al Fath ayat 28:

        Artinya:

        “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Alloh sebagai saksi.” (Q.S Al-Fath, 48: 28)

        Dari ayat tersebut jelaslah hanya Nabi Muhammad SAW seorang pemimpin yang patut diteladani untuk memenangkan semua agama. Hanya Nabi Muhammad yang membawa petunjuk kebenaran terutama untuk mencintai negeri ini. Mempersatukan bangsa ini.

Hadirin yang dirahamati Alloh

        Kepemimpinan Nabi Muhammad ini diakui pula keberhasilannya oleh bangsa barat. Michael Heart dalam bukunya "The Hundred a ranking of the most inflencial person in history" menempatkan Muhammad sebagai manusia pertama dari seluruh orang atau Manusia besar yang pernah terlahir di dunia ini, dengan alasan “He was the only man in history who was suprenely succesful in both religious and secular level” yang artinya hanya Muhammad sajalah dalam sejarah manusia yang benar-benar berhasil besar dalam agama dan kemasyarakatan.

 

Hadirin yang dirahamati Alloh

        Oleh karena itu kita sebagai generasi muda tidak perlu jauh-jauh mencari teladan untuk menjaga ketahanan negeri ini. Cukuplah dengan memilih para pemimpin yang meneladani sifat-sifat Rasul. Dengan pemimpin yang amanah akan menciptakan negeri yang aman, sejahtera dan lohjinawi. Dengan demikian ketahanan negara akan terjaga sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air bagi generasi penerusnya.

 

Hadirin yang dirahmati Alloh,

        Sudah selayaknya bangsa ini berbangga hati dengan ketahanan negeri ini. Kita sebagai generasi muda harus mengembangkan rasa cinta tanah air salah satunya dengan mengembangkan rasa percaya diri dan memiliki keyakinan dapat berprestasi di berbagai bidang. Mudah-mudahan harapan ini dapat terkabul… aamiin!

        Demikian yang dapat saya sampaikan, Billahibittaqualloh. Wassalamu’alikum Wr.Wb.