Kamis, 24 November 2022

CONTOH TEKS HIKAYAT (Membandingkan Nilai-nilai dan Kebahasaan Hikayat dan Cerpen)

Hikayat Patani


Hatta antara berapa tahun lamanya baginda di atas takhta kerajaan itu, maka baginda pun berputera tiga orang, dan yang tua laki-laki bernama Kerub Picai Paina dan yang tengah perempuan bernama Tuanku Mahajai dan bungsu laki-laki bernama Mahacai Pailang.

                Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Naqpa pun sakit merkah segala tubuhnya, dan beberapa segala hora dan tabib mengobati tiada juga sembuh. Maka baginda pun memberi titah kepada bendahara suruh memalu canang pada segala daerah negeri: barang siapa bercakap mengobati baginda, jikalau sembuh, raja ambilkan menantu.

                Arkian maka baginda pun sangat kesakitan duduk tiada ikrar. Maka bendahara pun segera bermohon keluar duduk di balairung menyuruhnya temenggung memalu canang, ikut seperti titah baginda itu. Arkian maka temenggung pun segera bermohon keluar menyuruhkan orangnya memalu canang. Hatta maka canang itu pun dipalu oranglah pada segerap daerah negeri itu, tujuh hari lamanya, maka seorang pun tiada bercakap.

Maka orang yang memalu canang itu pun berjalan lalu di luar kampung orang Pasai yang duduk di biara Kampung Pasai itu. Syahdan antara itu ada seorang Pasai bernama Syaikh Sa’id. Setelah didengarnya oleh Syaikh Sa’id seru orang yang memalu canang itu, maka Syaikh Sa’id pun keluar berdiri di pintu kampungnya. Maka orang yang memalu canang itu pun lalulah hamper pintu Syaikh Sa’id itu.

Maka kata Syaikh Sa’id, “Apa kerja tuan-tuan memalu canang ini?”

Maka kata penghulu canang itu, “Tiadakah tuan hamba tahu akan raja di dalam negeri ini sakit. Merkah segala tubuhnya? Berapa segala hora dan tabib mengobati dia tiada juga mau sembuh. Jangankan sembuh, makin sangat pula sakitnya. Dari karena itulah maka titah raja menyuruh memalu canang ini, maka barang siapa bercakap mengobati raja itu, jikalau sembuh penyakitnya, diambil raja akan menantu.”

Maka kata Syaikh Sa’id, “Kembalilah sembahkan kepada raja, yang menjadi menantu raja itu hamba tiada mau, dan jikalau mau raja masuk agama Islam, hambalah cakap mengobat penyakit raja itu.”

Setelah didengar oleh penghulu canang itu, maka ia pun segera kembali bersembahkan kepada tumenggung seperti kata Syaikh Sa’id itu. Arkian maka tumenggung pun dengan segeranya pergi maklumkan kepada bendahara seperti kata penghulu canang itu. Setelah bendahara mendengar kata tumenggung itu, maka bendahara pun masuk menghadap baginda menyembahkan seperti kata temenggung itu.Maka titah baginda, “Jikalau demikian, segeralah bendahara suruh panggil orang Pasai itu.

Arkian maka Syaikh Sa’id dipanggil oranglah. Hatta maka Syaikh Sa’id pun datanglah menghadap raja.

Maka titah raja pada Syaikh Sa’id, “Sungguhkah tuanhamba bercakap megobati penyakit hamba ini?”

Maka sembah Syaikh Sa’id, “Jikalau tuanku masuk agama Islam, hambalah mengobat penyakit Duli Syah ‘Alam itu.”

Maka titah raja, “Jikalau sembuh penyakit hamba ini, barang kata tuanhamba itu hamba turutlah.”

Setelah sudah Syaikh Sa’id berjanji dengan raja itu, maka Syaikh Sa’id pun duduklah mengobat raja itu. Ada tujuh hari lamanya, maka raja pun dapatlah keluar dihadap oleh menteri hulubalang sekalian. Arkian maka Syaikh Sa’id pun bermohonlah kepada baginda, lalu kembali ke rumahnya. Antara beberapa hari lamanya maka penyakit raja itu pun sembuhlah. Maka raja pun mungkirlah ia akan janjinya dengan Syaikh Sa’id itu.

Hatta ada dua tahun lamanya, maka raja pun sakit pula, seperti dahulu itu juga penyakitnya. Maka Syaikh Sa’id pun disuruh panggil pula oleh raja. Telah Syaikh Sa’id dating, maka titah baginda, “Tuan obatlah penyakit hamba ini. Jikalau sembuh penyakit hamba sekali inibahwa barang kata tuanhamba itu tiadalah hamba lalui lagi.”

Maka kata Syaikh Sa’id, “Sungguh-sungguh janji Tuanku dengan patik, maka patik mau mengobati Duli Tuanku. Jikalau tiada sungguh-sungguh seperti titah Duli Tuanku ini, tiadalah patik mengobat dia.”

Setelah didengar raja sembah Syaikh Sa’id itu demikian, maka raja pun berteguh-teguhan janjilah dengan Syaikh Sa’id. Arkian maka Syaikh Sa’id pun duduklah mengobat raja itu. Ada lima hari maka Syaikh Sa’id pun bermohonlah pada raja kembali ke rumahnya. Hatta antara tengah bulan lamanya, maka penyakit raja itu pun sembuhlah. Syahdan raja pun mungkir akan janjinya dengan Syaikh Sa’id itu.

Hatta antara setahun lamanya maka raja itu pun akit pula, terlebih daripada sakit yang dahulu itu, dan duduk pun tiada karar barang seketika. Maka Syaikh Sa’id pun disuruh panggil oleh raja pula. Maka kata Syaikh Sa’id pada hamba raja itu, “Tuanhamba pergilah sembahkan ke bawah Duli Raja, tiada hamba mau mengobati raja itu lagi, karena janji raja dengan hamba tiada sungguh.”

Hatta maka hamba raja itu pun kembalilah. Maka segala kata Syaikh Sa’id itu semuanya dipersembahkannya kepada raja.

Maka titah raja kepada bentara, Pergilah engkau panggil orang Pasai itu, engkau katakannya padanya jikalau sembuh penyakit ku sekali ini, tiadalah kuubahkan janjiku dengan dia itu. Demi berhala yang kusembah ini, jikalau aku mengubahkan janjiku ini, janganlah sembuh penyakitku ini selama-lamanya.”

Arkian maka bentara pun pergilah menjunjungkan segala titah raja itu kepada Syaikh Sa’id. Maka kata Syaikh Sa’id, “Baiklah berhala tuan raja itulah akan saksinya hamba. Jikalau lain kalanya tiadalah hamba mau mengobat raja itu.”

Hatta maka Syaikh Sa’id pun pergilah menghadap raja. Setelah Syaikh Sa’id dating, maka titah raja, “Tuan obatilah penyakit hamba sekali ini. Jikalau sembuh penyakit hambaini, barang yang tuan kata itu bahwa sesungguhnya tiadalah hamba lalui lagi.”

Maka kata Syaikh Sa’id, “Baiklah biarlah patik obat penyakit Duli Tuanku. Jikalau sudah sembuh Duli Tuanku tiada masuk agama Islam sekali ini juga. Jika dating penyakit tuanku kemudian harinya, jika Duli Tuanku bunuh patik sekali pun, ridhalah patik, akan mengobat penyakit tuanku itu, patik mohonlah!”

Maka titah raja, “Baiklah mana kata tuan itu, hamba turutlah.”

Setelah itu maka raja pun diobat pula oleh Syaikh Sa’id itu. Hatta antara tiga hari lamanya maka Syaikh Sa’id pun memohon pada raja. Kembali ke rumahnya. Hatta antara dua puluh hari lamanya maka penyakit raja itu pun sembuhlah.

Sebermula ada sebulan selangnya, maka pada suatu hari raja bersemayam di balairung diadap oleh segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka titah Baginda, “Hai segala menteri hulubalangku, apa bicara kamu sekalian, karena aku hendak mengikut agama Islam?”

Maka sembah sekalian mereka itu, “Daulat Tuanku, mana titah patik sekalian junjung, karena patik sekalian ini hamba pada kebawah Duli Yang Mahamulia.”

Hatta setelah raja mendengar sembah segala menteri hulubalang itu, maka baginda pun terlalulah sukacita, lalu berangkat masuk ke istana.

Setelah datanglah keesokan harinya, maka baginda pun memerintahkan bentara kanan pergi memanggil Syaikh Sa’id, serta bertitah pada bendahara suruh menghimpunkan segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka baginda pun semayam di balairung diadap oleh rakyat sekalian. Pada tatkala itu Syaikh Sa’id pun datanglah menghadap raja diiringkan oleh bentara. Setelah Syaikh Sa’id itu dating maka raja pun sangat memuliakan Syaikh Sa’id itu. Maka titah Baginda, “ Ada pun hamba memanggil tuanhamba ini, karena janji saya dengan tuanhamba ini hendak masuk agama Islam itulah.

Setelah Syaikh Sa’id mendengar titah raja demikian itu, maka Syaikh Sa’id pun itu mengucup tangan raja itu, lalu dijunjungnya. Sudah itu maka diajarkanlah kalimatsyahadat oleh Syaikh, demikian bunyinya: “Asyhadu an la Ilaaha illallaahu wa asyhaduanna Muhammadan rasulullaah.”

Maka raja pun kararlah membawa agama Islam. Setelah sudah raja  mengucap kalimat syahadat itu, maka Syaikh Sa’id pun mengajarkan kalimat syahadat kepada segala menteri hulubalang dan rakyat yang ada hadir itu pula.

Telah selesailah Yaikh Sa’id dari pada mengajarkan kalimat syahadat pada segala mereka itu, maka sembah Syaikh Sa’id, “Ya Tuanku Syah ‘Alam, baiklah tuanku bernama mengikuti nama Islam, karena Tuanku sudah membawa agama Islam supaya bertambah berkat Duli Tuanku beroleh syafa’at dari Muhammad Rasul Allah sallallaahu “alaihi wa sallama di akhirat jemah.”

Maka titah baginda, “JIkalau demikian, tuanhambalah memberi nama akan hamba.”

Arkian maka nama raja itu pun diberi nama oleh Syaikh Sa’id, Sultan Isma’il Syah Zilullah Fi l’Alam. Setelah sudah Syaikh Sa’id memberi nama akan raja itu, maka titah baginda, “Anak hamba ketiga itu baiklah tuanhamba beri nama sekali, supaya sempurnalah hamba membawa agama Islam.”

Maka kembali Syaikh Sa’id, “ Barang bertambah kiranya daulat sa’adat Duli Yang Mahamulia, hingga dating kepada kesudahan zaman paduka anakanda dan cucunda Duli Yang Mahamulia karar sentosa di atas takhta kerajaan di negeri PataninDarussalam.”

Arkian maka Syaikh Sa’id pun memberi nama akan paduka anakanda baginda yang tua itu Sultan Mudhaffar Syah dan yang tengah perempuan itu dinamainya Sitti’A’isyah dan yang bungsu laki-laki dinamainya Sultan Manzur Syah. Setelah sudah Syaikh Sa’id memberi nama akan anakanda baginda itu, maka baginda pun mengaruniai akan Syaikh Sa’id itu terlalu banyak dari pada emas perak dan kain yang indah-indah. Hatta maka Syaikh Sa’id pun bermohonlah pada raja, lalu kembali ke rumahnya di biara Kampung Pasai.

Syahdan pada zaman itu segala rakyat yang di dalam negeri juga yang membawa agama Islam, dan segala rakyat yang di luar daerah negeri seorang pun tiada masuk Islam. Adapun raja itu sungguhpun ia membawa agama Islam, yang menyembah berhala dan makan babi itu juga yang ditinggalkan. Lain dara pada itu segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya

                                                                                            Sumber: Hikayat Seribu Satu Malam


0 komentar:

Posting Komentar