Senin, 31 Desember 2018



PART 1
GARUT-BEKASI

Hari ini mentari tersenyum memancarkan spectrum cahaya ke penjuru dunia. Pada hari itu juga aku, Susi beserta paman bergegas pergi ke Bekasi. Setelah berdiskusi dengan keluarga yang lumayan alot, akhirnya mereka mengizinkan aku dan Susi untuk melanjutkan pendidikan di Bekasi. Kami berangkat masih pagi karena jarak dari rumah ke terminal cukup jauh. Setibanya di terminal kami mencari bus tujuan Bekasi. Tak lama kemudian di terminal kami bertemu dengan tukang kuli pikul yang mengantarkan kami ke bus tujuan Bekasi. Tukang kuli pikul itu membantu membawa barang-barang kami. Kami menunggu beberapa saat untuk menunggu kursi bus terisi penuh. Setelah kursi bus terisi penuh, bus pun mulai melaju.
Berjam-jam kami diperjalanan. Kami berbincang-bincang sepanjang jalan untuk menghilangkan rasa jenuh. Akhirnya kami tertidur karena kelelahan. Singkat cerita kami pun tiba di Bekasi. Kami terbelalak melihat gedung-gedung dan bangunan yang menjulang tinggi. Maklum kami dari kampong tidak biasa melihat pemandangan seperti itu.
Setibanya di rumah bibi, seisi rumah menyambut kami dengan hangat. Maklum sudah lama tidak bertemu. Terakhir bertemu ketika lebaran di kampong kami. Bibi sibuk menyediakan minum dan makanan ringan untuk kami.
“Jam berapa dari kampung?” Tanya bibi setelah selesai menyiapkan makanan.
“Jam delapanan.” Jawab paman.
“Aduh lama gening nya. Macet apa gimana?” Tanya bibi. Kami berbincang-bincang dengan campur bahasa Sunda. Tak terasa suara adzan ashar berkumandang. Kami pun bergegas untuk mandi dan shalat.
“Gita, Susi kalian mau mandi?”
“Muhun” Sontak Susi menjawab dengan refleks. Bibi Bayu pun tertawa sambil berkata, “ Sekarang di sini biasakeun ngomong bahasa Indonesia, nya!” Susi pun tersipu malu sambil menganggukkan kepala. Ia berlalu pergi ke kamar mandi.
“Gita kenapa Mama sama Bapak nggak ikut nganter ke sini?”
“Ah kan udah ada paman yang nganterin.”
“Iya tadinya Bibi kangen. Tapi nggak apa-apa. Hmm…cing betah nya didieu. Sakola cing bener. Ulah ngecewakan mamah jeung Bapa.” Bibi menasehatiku dengan nada lembut.
“Insya Allah.” Jawabku dengan nada getir dan pilu karena teringat pada orang tua. Kini kami harus meninggalkan mereka, tinggal dengan Bibi demi untuk mewujudkan cita-cita kami. Tak lama kemudian Susii pun beres mandi.
”Git rek mandi?” Tanya Susi.
“Arek auh hareudang.” Jawabku sambil lari kecil menuju ke kamar mandi. Sementara itu Susi melaksanakan shalat Ashar.
***
Adzan Maghrib berkumandang bersahutan dari tiap masjid. Semburat matahari senja yang hendak pulang berwarna kuning keemasan. Aku dan Susi bergegas mengambil wudhu dan shalat maghrib. Tak lama kemudian Teh Dea anaknya bibi Bayu baru datang kerja. Kami pun bersalaman sambil berpelukan melepas rasa kangen.
“Kapan ke sini?” Tanya teh Dea.
“Tadi sore.” Jawabku singkat. Teh Dea hanya menganggukkan kepala. Sementara itu bibi sibuk menyiapkan makanan untuk makan malam. Setelah semua berkumpul, kami pun makan malam bersama. Jujur saja, seenak dan semewah apapun makanan yang dihidangkan bibi tapi tidak dapat mengalahkan enaknya masakan mama di kampung. Setelah selesai makan malam, kami berkumpul di ruang tengah sambil ngobrol-ngobrol.
“Besok kita belanja ya! Beli peralatan sekolah.” Ujar bibi. Aku hanya tersenyum canggung dengan ajakan bibi.
Ketika pagi-pagi buta, aku dan Susi bergegas membereskan kamar dan membersihkan rumah. “Gita alah didieu mah isuk keneh geus hareudang.” Ujar Susi.
“Nya Heueuh atuh didieu mah di kota lain di kampung.” Jawabku. Sambil mengerjakan pekerjaan rumah kami bersenda gurau. Setelah itu kami bergiliran mandi. Sambil menunggu Susi mandi, aku duduk di depan kipas angin. Jujur saja aku mulai tidak betah. Apalagi dengan suhu udara yang tidak bersahabat. Gerahnya minta ampun. Apalagi genteng rumah yang menggunakan asbes karena di sini kostan. Setelah Susi beres mandi aku pun langsung mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
“Gita, Susi beres mandinya?” Teriak bibi dari kostan sebelah.
“Beres Bi!” Jawabku dan Susi kompak.
“Ayo berangkat nanti keburu siang!”
“Iya Bi. Ini pakai kerudung dulu.” Jawab Susi. Stelah kami rapi, kami berngkat ke pasar untuk beli peralatan sekolah.
“Bi jarak pasar dari sini jauh nggak?”
“Lumayan nggak terlalu jauh.” Jawab bibi. “Oh iya, kita lewat sekolah baru kalian aja ya. Biar kalian tau.”
“Iya boleh Bi, penasaran banget nih.” Jawab Susi antusias. Tak lama kemudian kami sampai di depan sekolah kami.
“Tuh itu sekolah kalian.” Bibi menunjukkan sekolah baru kami. Susi pun tersenyum melihat bangunan sekolah yang bertuliskan SMK Karya Bakti. Aku perhatikan sekolah itu secara seksama. Dalam hatiku bertekad di kota ini aku akan mengejar cita-citaku. Di sekolah ini aku akan menimba ilmu. Aku akan buktikan pada dunia bahwa aku bisa berprestasi dan belajar hidup mandiri agar kedua orang tuaku bangga padaku.
Setibanya di pasar tanpa membuang-buang waktu kami pun langsung membeli alat-alat sekolah. Mulai dari seragam, sepatu, tas, dan alat tulis. Setelah selesai kami pun langsung pulang.
Bersambung....

0 komentar:

Posting Komentar