PART 1
GARUT-BEKASI
Hari ini
mentari tersenyum memancarkan spectrum cahaya ke penjuru dunia. Pada hari itu
juga aku, Susi beserta paman bergegas pergi ke Bekasi. Setelah berdiskusi
dengan keluarga yang lumayan alot, akhirnya mereka mengizinkan aku dan Susi
untuk melanjutkan pendidikan di Bekasi. Kami berangkat masih pagi karena jarak
dari rumah ke terminal cukup jauh. Setibanya di terminal kami mencari bus
tujuan Bekasi. Tak lama kemudian di terminal kami bertemu dengan tukang kuli
pikul yang mengantarkan kami ke bus tujuan Bekasi. Tukang kuli pikul itu
membantu membawa barang-barang kami. Kami menunggu beberapa saat untuk menunggu
kursi bus terisi penuh. Setelah kursi bus terisi penuh, bus pun mulai melaju.
Berjam-jam
kami diperjalanan. Kami berbincang-bincang sepanjang jalan untuk menghilangkan
rasa jenuh. Akhirnya kami tertidur karena kelelahan. Singkat cerita kami pun
tiba di Bekasi. Kami terbelalak melihat gedung-gedung dan bangunan yang
menjulang tinggi. Maklum kami dari kampong tidak biasa melihat pemandangan
seperti itu.
Setibanya di
rumah bibi, seisi rumah menyambut kami dengan hangat. Maklum sudah lama tidak
bertemu. Terakhir bertemu ketika lebaran di kampong kami. Bibi sibuk
menyediakan minum dan makanan ringan untuk kami.
“Jam berapa
dari kampung?” Tanya bibi setelah selesai menyiapkan makanan.
“Jam
delapanan.” Jawab paman.
“Aduh lama gening
nya. Macet apa gimana?” Tanya bibi. Kami berbincang-bincang dengan campur
bahasa Sunda. Tak terasa suara adzan ashar berkumandang. Kami pun bergegas
untuk mandi dan shalat.
“Gita, Susi
kalian mau mandi?”
“Muhun” Sontak
Susi menjawab dengan refleks. Bibi Bayu pun tertawa sambil berkata, “ Sekarang
di sini biasakeun ngomong bahasa Indonesia, nya!” Susi pun tersipu malu sambil
menganggukkan kepala. Ia berlalu pergi ke kamar mandi.
“Gita kenapa
Mama sama Bapak nggak ikut nganter ke sini?”
“Ah kan udah
ada paman yang nganterin.”
“Iya tadinya
Bibi kangen. Tapi nggak apa-apa. Hmm…cing betah nya didieu. Sakola cing bener.
Ulah ngecewakan mamah jeung Bapa.” Bibi menasehatiku dengan nada lembut.
“Insya Allah.”
Jawabku dengan nada getir dan pilu karena teringat pada orang tua. Kini kami
harus meninggalkan mereka, tinggal dengan Bibi demi untuk mewujudkan cita-cita
kami. Tak lama kemudian Susii pun beres mandi.
”Git rek
mandi?” Tanya Susi.
“Arek auh
hareudang.” Jawabku sambil lari kecil menuju ke kamar mandi. Sementara itu Susi
melaksanakan shalat Ashar.
***
Adzan Maghrib berkumandang
bersahutan dari tiap masjid. Semburat matahari senja yang hendak pulang
berwarna kuning keemasan. Aku dan Susi bergegas mengambil wudhu dan shalat
maghrib. Tak lama kemudian Teh Dea anaknya bibi Bayu baru datang kerja. Kami
pun bersalaman sambil berpelukan melepas rasa kangen.
“Kapan ke sini?” Tanya teh Dea.
“Tadi sore.” Jawabku singkat. Teh
Dea hanya menganggukkan kepala. Sementara itu bibi sibuk menyiapkan makanan
untuk makan malam. Setelah semua berkumpul, kami pun makan malam bersama. Jujur
saja, seenak dan semewah apapun makanan yang dihidangkan bibi tapi tidak dapat
mengalahkan enaknya masakan mama di kampung. Setelah selesai makan malam, kami
berkumpul di ruang tengah sambil ngobrol-ngobrol.
“Besok kita belanja ya! Beli
peralatan sekolah.” Ujar bibi. Aku hanya tersenyum canggung dengan ajakan bibi.
Ketika pagi-pagi buta, aku dan
Susi bergegas membereskan kamar dan membersihkan rumah. “Gita alah didieu mah
isuk keneh geus hareudang.” Ujar Susi.
“Nya Heueuh atuh didieu mah di
kota lain di kampung.” Jawabku. Sambil mengerjakan pekerjaan rumah kami
bersenda gurau. Setelah itu kami bergiliran mandi. Sambil menunggu Susi mandi,
aku duduk di depan kipas angin. Jujur saja aku mulai tidak betah. Apalagi
dengan suhu udara yang tidak bersahabat. Gerahnya minta ampun. Apalagi genteng
rumah yang menggunakan asbes karena di sini kostan. Setelah Susi beres mandi
aku pun langsung mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
“Gita, Susi beres mandinya?”
Teriak bibi dari kostan sebelah.
“Beres Bi!” Jawabku dan Susi
kompak.
“Ayo berangkat nanti keburu
siang!”
“Iya Bi. Ini pakai kerudung
dulu.” Jawab Susi. Stelah kami rapi, kami berngkat ke pasar untuk beli
peralatan sekolah.
“Bi jarak pasar dari sini jauh
nggak?”
“Lumayan nggak terlalu jauh.”
Jawab bibi. “Oh iya, kita lewat sekolah baru kalian aja ya. Biar kalian tau.”
“Iya boleh Bi, penasaran banget
nih.” Jawab Susi antusias. Tak lama kemudian kami sampai di depan sekolah kami.
“Tuh itu sekolah kalian.” Bibi
menunjukkan sekolah baru kami. Susi pun tersenyum melihat bangunan sekolah yang
bertuliskan SMK Karya Bakti. Aku perhatikan sekolah itu secara seksama. Dalam
hatiku bertekad di kota ini aku akan mengejar cita-citaku. Di sekolah ini aku
akan menimba ilmu. Aku akan buktikan pada dunia bahwa aku bisa berprestasi dan
belajar hidup mandiri agar kedua orang tuaku bangga padaku.
Setibanya di pasar tanpa
membuang-buang waktu kami pun langsung membeli alat-alat sekolah. Mulai dari
seragam, sepatu, tas, dan alat tulis. Setelah selesai kami pun langsung pulang.
Bersambung....
















